Surat dari Rasul Natanael
Oleh: Raymond Laia, Münster, Jerman
Saudara-saudari yang baik, kamu pasti sudah banyak mendengar kotbah dan renungan akhir-akhir ini. Bukankah pada hari-hari pesta paska Gereja lebih sering dikunjungi dibanding hari-hari biasa? Karena itu kali ini saya akan membacakan sebuah surat dari Natanael, salah seorang dari antara para rasul, yang namanya disebut dalam injil yang baru kita dengar tadi. Mari mendengarkannya.
Salam kebangkitan! Demikian kami menyampaikan salam paska di negeri kami Palestina. Namaku Natanael, tetapi dalam tradisi aku lebih dikenal sebagai Bartolomeus.
Masih ingatkah kamu awal pertemuanku dengan Yesus, seperti dituturkan oleh penginjil Yohanes pada awal injilnya? Suatu pengalaman istimewa, yang tak akan pernah kulupakan. Kala itu Philipus berujar kepadaku, ia telah bertemu mesias, yaitu Yesus dari Nazaret. Langsung saja aku tertawa terbahak-bahak. Oh, ya, dari Nazaret? Mungkinkah sesuatu yang baik datang dari Nazaret? aku menimpali setengah melucu. Tetapi, seperti kamu tahu, leluconku sungguh tak lucu. Yesus itu benar-benar Mesias. Dalam pandangan pertama saja ia telah mengenal aku, sampai sedalam-dalamnya. Maka tak heran, bila dari mulutku segera keluar pengakuan jujur ini: Guru, engkau sungguh seorang Mesias! Lihat? Sudah dua tahun sebelum Petrus mengucapkan pengakuan serupa seperti dikisahkan Markus dalam bab delapan injilnya, aku telah mendahului mengucapkannya. Hanya pengakuanku tidak terkenal. Yah, demikianlah dalam hidup ini. Banyak orang tinggal tidak terkenal. Sedikitlah yang tercatat dalam sejarah dan mendapat nama.
Dan bagaimana reaksi Yesus atas pengakuan imanku tsb? Engkau akan melihat hal-hal yang lebih besar daripada itu, tegasnya padaku. Ya, ya. Aku bahkan tidak hanya melihat hal-hal yang lebih besar daripada itu, melainkan juga mengalaminya sendiri. Selama tiga tahun hidup bersama dalam kelompok murid-muridnya, saya menyaksikan mukjizat demi mukjizat terjadi. Mukjizat yang kumaksud bukanlah keajaiban, seperti sulapnya David Copperfield, atau keajaiban para penyembuh-penyembuh itu. Mukjizat yang ini sungguh-sungguh mukjizat, artinya dalam hal-hal yang paling sederhana dan biasa Kerajaan Allah terasakan sedemikian hidup dan dekat. Bersama dia segala sesuatu bagaikan mukjizat. Makan bukan lagi sekedar makan, melainkan kesempatan emas, mengalami penyelenggaraan Allah yang mahabaik. Penyakit merupakan kesempatan menampakkan kebaikan hati Allah yang tidak menginginkan kebinasaan manusia. Setiap peristiwa dalam hidup menjadi alasan untuk mewartakan dan meneruskan karya penyelamatan Allah.
Demikianlah kami mengalami kehadiran Allah dalam hidup kami sehari-hari, kala kami pergi menjala ikan, atau dalam perjalanan dengan kapal ke seberang danau (baik kala air tenang dan langit cerah, maupun kala badai mengancam), kala perut menjadi lapar (ingat peristiwa perbanyakan roti), kala menghadiri pesta pernikahan (ingat apa yang terjadi di kana), kala berjalan-jalan di pasar (ingat kisah panggilan Matius dan Zakeus), kala menghadiri undangan makan, dlsb., dlsb. Seluruh kehidupan sehari-hari menjadi medan karya penyelamatan Allah. Bukankah itu mukjizat?
Tiga tahun ia mengajarkan dan menunjukkan segalanya itu kepada kami. Seharusnya kami sudah matang setelah waktu selama itu. Tetapi seperti kamu tahu, ketika hari-hari sulit tiba, kami menjadi kocar-kacir. Sejak jumat agung pagi, kami seolah-olah tak pernah mengenal Dia. Bahkan ketua di antara kami, Petrus, menyangkalnya terang-terangan. Ya, ya. Kami belum matang untuk mengikuti jalan hidup Yesus, untuk berdiam dalam semangat hidupnya. Kami mundur kepada hidup sebelum kami mengenal Kerajaan Allah dalam dirinya. Hidup seolah-olah tanpa Dia.
Tetapi kumau sedikit berbicara tentang injil hari ini. Kisah dalam injil hari ini hanyalah salah satu dari banyak penampakkan Yesus kepada kami setelah ia bangkit. Apakah kamu telah memperhatikan kata-kata kunci dalam kisah-kisah itu? Kita lihat beberapa di antaranya.
Dalam injil hari ini kita dengar: Ketika hari mulai siang, Yesus berdiri di pantai; akan tetapi murid-murid itu tidak tahu, bahwa itulah Yesus. Apakah kamu tidak heran mendengar hal itu? Tiga tahun kami hidup bersama dia. Suaranya, gayanya berjalan, penampilannya, sudah sangat kami kenal. Tetapi setelah kebangkitan kami tidak mengenal dia lagi dengan segera, kendati ia sungguh-sungguh Yesus kami yang dahulu. Ya, Yesus yang dulu. Bukankah ia telah menunjukkan luka-lukanya kepada kami? Bahkan Thomas telah mencucukkan jarinya ke dalam lambungnya.
Ya kami tidak lagi mengenalnya dalam tubuh duniawinya. Kehadirannya antara kita manusia, tidak lagi seperti dulu, walaupun ia senantiasa hadir dan menyertai kita sampai akhir zaman.
Catatan kedua dari kisah-kisah itu adalah: kala makan terbukalah mata mereka. Hal itu misalnya dapat kita baca dalam injil Lukas mengenai pengalaman kedua murid ke Emmaus. Kukutipkan: waktu ia duduk makan dengan mereka, ia mengambil roti, mengucap berkat, lalu memecah-mecahkannya dan memberikannya kepada mereka. Ketika itu terbukalah mata mereka. Hal sama kita dengar dari injil hari ini: ketika Yesus berkata kepada para murid: Mari dan sarapanlah! mereka segera mengenalinya kembali.
Selalu kala makan, memecah-mecahkan roti. Tidak herankah kamu. Memecah-mecahkan roti, ekaristi? Memang selama kami bersama-sama, saat memecahkan roti adalah saat-saat kami mengalami kembali penyelenggaraan Allah dalam hidup kami secara intensif. Tidak seperti perayaan ekaristimu, yang kadang-kadang berlalu begitu saja.
Catatan lainnya dalam mengenal Yesus adalah terbukanya pengertian dalam membaca kitab suci. Ingatlah kembali pengalaman kedua murid dalam perjalanan ke Emmaus itu. Sepanjang jalan mereka membahas seluruh kitab suci, mulai dari kitab Musa sampai para nabi. Dan bahkan mereka membahasnya bersama-sama dengan Yesus. Tetapi Yesus sendiri tidak mereka kenal. Dapat terjadi saudara-saudara bahwa kita membahas kitab suci, tetapi tidak membiarkan pengertian kita ditutun oleh Roh Yesus sendiri. Kalau hanya sekedar adu ketajaman pikiran, mata kita tetap terhalang untuk mengenal dia. Hanya Rohlah yang memungkinkan kita mengenal Yesus dalam kitab suci. Perhatikan cara Lukas mengungkapkan hal itu dalam bab 24 ayat 45 injilnya, "Lalu ia membuka pikiran mereka, sehingga mereka mengerti Kitab Suci."
Oh ya, sebelum mengakhiri surat ini saya masih ingin mengatakan satu hal lagi. Bila nanti di rumah kamu membolak-balik kitab suci kamu kemungkinan besar akan heran. Hanya bila cermat membaca lho!
Sebenarnya injil Yohanes sudah berakhir pada ayat 30 dan 31 dari bab 21. Tetapi masih muncul lagi kisah yang kita dengar hari ini. Ya, kutipan hari ini merupakan tambahan kepada injil Yohanes. Lebih jauh bukti-buktinya, itu urusan para ahli kitab suci. Tapi bahwa itu adalah satu tambahan, itu sudah mengatakan sesuatu tentang hakekat iman kita. Injil tidaklah berhenti sampai penulisan injil. Kabar gembira tsb masih berlangsung sampai sekarang dan sampai selama-lamanya. Yesus tidak hanya hidup bersama-sama dengan kami dahulu, tetapi setelah bangkit ia masih menyertai kita semua sampai akhir zaman. Karena itu kisah-kisah kebersamaannya dengan murid-murid (baik dahulu maupun sekarang) masih juga berlangsung. Maka sebenarnya, kamu juga masih-masing dapat menuliskan injil tambahan yang mengisahkan pengalamanmu mengenal Yesus dalam hidupmu. Entah itu kamu mengenalnya kehadirannya kala menjala ikan, seperti kami alami dalam injil hari ini, atau kala sakit, kala merenungkan KS, kala bekerja atau belajar, dlsb. Kalau kita membuka diri kepada Roh, maka kita akan mengenal kehadirannya dalam hidup kita, di manapun dan kapan pun. Ia selalu bersama kita. Bukankah ia sendiri telah menjanjikan hal itu? ***
Catatan: Tulisan ini merupakan renungan pada perayaan Paska bersama mahasiswa Indonesia di kota Münster, Jerman, pada bulan April 1994.