Modern dan beriman: bisakah itu?

Oleh: Raymond Laia, Münster, Germany


Modern dan beriman? Demikian saya memberi judul bahan pembicaraan kita pagi ini, sekaligus juga merupakan judul retret ini keseluruhan. Modern dan beriman? Nampak-nampaknya bagi sebagian orang dewasa ini hidup sebagai orang beriman itu tidak bisa diperdamaikan dengan hidup modern. Seolah-olah ada pakta tak tertulis, siapa yang hidup modern, haruslah menanggalkan segala hal yang berbau iman dan agama. Hal itu tidak dapat dibuktikan, tetapi bisa diamati, kendati gradasinya dalam diri masing-masing orang berbeda-beda. Pagi ini kita memeriksa dulu apa yang "tidak modern" dalam hal-hal iman itu. Nanti sore kita bertanya, benarkah, mengapa, dan apakah sebenarnya yang tepat?

Marilah kita lihat dulu bayangan kaum muda Jerman "modern" seputar agama dan iman. Informasi berikut saya peroleh dari buku Heiner Harz, seorang sosiolog. Awal tahun 90-an ia mengadakan penelitian pertama yang menyeluruh mengenai religiositas kaum muda Jerman di semua negara bagian Jerman yang lama (Heiner Harz, Postmoderne Religion. Die junge Generation in den Alten Bundesländern. Jugend und Religion 2, Opladen: Leske+Budrich, 1992). Hasil penelitian ini memperkuat hipotese yang mengatakan bahwa dewasa ini agama telah menjadi pendapat pribadi belaka (private Meinungssache). Bahkan T. Luckman yang menulis kata pengantar berani menyimpulkan: subyektivikasi agama merupakan ciri struktur dasar agama dalam masyarakat barat modern.

Lebih jauh penelitian Harz menunjukkan, betapa kuat sikap penolakan kaum muda terhadap segala hal yang berbau kristiani, sementara tendens akan "penentuan diri" secara individual semakin menguat. Dalam hal etik atau moral misalnya: prinsip kristiani seperti "jangan membunuh" ditolak, sedangkan prinsip eudemonisitis, yakni "buat apa yang kau mau", dianggap sebagai prinsip hidup yang ideal.

Bila mereka yang sungguh aktif dalam gereja (jumlahnya sedikit) dikecualikan, maka boleh dikatakan, sangat menyebarlah sikap ragu akan adanya Allah di antara kaum muda Jerman. "Aku tak percaya akan hal itu", "Ia belum pernah menunjukkan diri kepadaku", hanyalah dua dari banyak pernyataan berhubung pertanyaan akan adanya Allah. Dalam bayangan mereka, kalaupun Allah "harus" ada, maka Ia haruslah sekaligus baik dan jahat! Karena itu pulalah prinsip Ying-Yang dijunjung tinggi dan merupakan "iman" baru mereka.

Tentang agama mereka berpendapat, agama merupakan pandangan pribadi tentang dunia ("setiap orang menciptakan gambaran dunianya sendiri"), atau merupakan gado-gado ("saya membuat agama saya sendiri, dimaksud paduan unsur-unsur kebenaran dari berbagai agama"). Bayangan secara umum: agama adalah peganganan bagi mereka yang lemah alias tidak sanggup berdikari ("tempat berteduh bila orang yang memiliki siapa-siapa lagi"), jawaban kuno terhadap masalah yang dulu belum dapat dijawab ("orang pikir dulu gunung itu ada karena diciptakan Allah, kini orang tahu, bahwa telah terjadi pergeseran benua"), tipuan para imam atau tipu diri ("agama adalah kisah-kisah tipuan", "tipu diri", "kalau orang menganggap rohnya sendiri sebagai Allah"), atau agama sebagai filsafat ("agama adalah pandangan hidup").

Juga menarik melihat bayangan mereka terhadap simbol-simbol kristiani:

Gereja. Gereja dianggap sekedar institusi seperti kantor pajak dengan segala ciri keduniaan (perebutan kekuasaan, hirarki, korupsi, dll.). Tradisi sebagai alat paksaan dari gereja. Harz mencatat juga bahwa rasa penolakan terhadap gereja agak masif.
Salib. Bagi mereka salib tidak lebih daripada tanda pengenal. Tak ada hubungannya dengan keselamatan dalam Yesus. Terutama di kalangan wanita salib ditolak secara kuat, karena dianggap mengerikan, merupakan alat pembunuhan!
KS. Menjadi jelas juga bahwa kebanyakan kaum muda kurang mengenal KS. Ia sekedar simbol yang tidak berpengaruh, bahkan tidak boleh dipercayai, dan merupakan kodifikasi moral.

Apa yang bisa kita pelajari dari hasil penelitian ini? a) Pertama, kalaupun bayangan-bayangan di atas tidaklah dapat dibenarkan dan boleh dikatakan merupakan produk salah didik, harus diterima bahwa kaum muda mendapat kesulitan untuk berhadapan dengan hal-hal yang berhubungan dengan iman kristiani. b) Erat berhubungan dengan itu adalah kenyataan juga bahwa simbol-simbol kristiani kurang dapat dipahami. c) Pandangan umum di dalam media yang hanya bersifat dangkal dan tidak jarang anti-kristiani rupanya sangat berpengaruh dalam membentuk pandangan kaum muda.

Renungan pribadi

1. Di mana saya mendapat kesulitan dalam hal iman. Adakah hal yang menurut saya tak dapat diperdamaikan dengan hidup "modern"? Apakah saya cukup "pengetahuan tentang iman"?

2. Sejauh mana sebenarnya saya merasa bahwa saya beriman? Apakah saya merasa ada hubungan saya dengan Allah, Kristus, Roh Kudus, Gereja? Dengan apa dan bagaimana saya membina hubungan dengan Dia selama ini?

3. Darimana saya mendapatkan keterangan tentang iman? Bacaan buku rohani, tv, koran, majalah, atau dari sumber lain? Apakah saya pernah berusaha mencari entah info yang saya peroleh benar atau tidak?

4. Sarana apakah yang cocok untukku untuk membina hidup beriman? Tetapkanlah niat yang hendak kamu lakukan!

Sharing Pengalaman

Bagikanlah kepada teman-teman dalam kelompok tentang hal-hal yang kamu rasa mempersulit hidup beriman. Yang lain hendaklah mendengarkan dan kalau perlu memberi tanggapan, tapi bukan berdebat.

Ungkapkan juga kepada kelompok niat-niat apa yang hendak kamu lakukan untuk membina imanmu. Siapa tahu ada yang berminat untuk bersama-sama melakukannya.


Catatan: Tulisan ini merupakan bahan masukan (konferensi) dalam Retret KMKI 1996. KMKI adalah singkatan dari Keluarga Mahasiswa Katolik Indonesia


1