Hidup bagi Kerajaan Allah: Kemartiran sebagai Ungkapan Kerinduan Mengikuti Kristus

Oleh: Raymond Laia, Münster, Germany


Titik tolak: Misi utama Yesus di dunia ialah mewartakan Kerajaan Allah (Mrk 1,15). Dari situ ide dominan, yang menyangkut cara hidup kristiani: "Carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu" (Mat 6,33). Menarik bahwa ide penyerahan diri total demi kerajaan Allah ini mulainya pada Yesus sendiri. Dari latarbelakang ke-Yahudian-Nya ada fenomen baru: demi kerajaan Allah orang bisa membaktikan diri, bahkan sampai tidak menikah (Mt 19,10-12).

Hati-hati: diskusi anti selibat dewasa ini sangat sering cacat. Yesus bukan hanya menunjuk kemungkinan untuk selibat (bdk. Mat 19,10-12 di atas), dia sendiri pun hidup selibat!

Tip: Hanya dengan mengenal ide ini kita bisa mengenal apa itu kekristenan dan segala fenomen yang telah digelarnya sepanjang sejarah, katakanlah misalnya hidup selibat, kemartiran, kultus orang kudus, dlsb.

Hakekat menjadi Kristen: Rupanya ide ini juga "menulari" para pengikut-Nya. Orang Kristen awal-awalnya disebut "penganut jalan baru" (KisR 9,2) sebelum akhirnya mereka disebut Kristen (KisR 11,26). Itu berarti warta Yesus merupakan suatu "cara hidup", suatu "jalan baru" untuk mencapai Allah. Karena itu menjadi Kristen bisa juga disebut "mengikuti jejak Kristus". Dan itu tidak setengah-setengah. Legenda St. Ursula merupakan salah satu contoh.

Akibat samping: tanpa ide ini kemungkinan besar tak ada pengejaran terhadap orang Kristen pada abad-abad pertama!

Ide mendasar: Ide tentang pembaktian diri total terhadap Kerajaan Allah ini mengambil salah satu bentuk dalam sejarah Kekristenan: kemartiran, yang kemudian diperluas menjadi kekudusan. Menjadi martir berarti membaktikan diri demi Kerajaan Allah alias mengikuti Kristus dengan seutuhnya.

Konsequensi ekstrem: bisa menjadi penumpahan darah, bila lingkungan menuntut. Contoh martir pertama: Stefanus (KisR 7,54-60). Sejak itu Kekristenan mengenal daftar panjang nama-nama mereka yang menjadi martir demi Kristus.

Aspek dasar: Tetapi menjadi martir dalam arti menumpahkan darah bukanlah nasib semua orang Kristen. Martir berdarah hanyalah konsequensi ekstrem karena tuntutan lingkungan. Tetapi aspek dasar tetap: mengikuti Kristus dengan sepenuhnya. Dalam sejarah Kekristenan ide ini berkembang menjadi ide "hidup kudus di hadapan Allah". Orang mencari kemartiran tanpa darah, entah itu melalui karya-karya herois kristiani, atau dengan mendalami cara hidup otentik kristiani dalam lingkungan sosial masing-masing. Sebagian dari mereka menempuh jalan ke-biara-an. Yang lain menempuh jalan "duniawi": Aktif dalam aksi sosial, politik, ilmu, dlsb. Karena itu ada bermacam-macam orang kudus dalam Gereja: raja, ibu rumah tangga, pegawai, biarawan, tentara, filsuf, dlsb.

Ciri khas: Yang membedakan mereka ini dari orang "kudus" non-kristen adalah: motif hidup mereka bukan mengejar kesempurnaan diri sendiri atau kebijakan (entah itu melalui meditasi dlsb.). Kekudusan mereka terletak pada pembaktian diri demi Kerajaan Allah, demi Kristus! Orang bisa kagum terhadap Padre Pio yang menarik jutaan peziarah dari seluruh dunia. Tetapi ia bukan manusia istimewa, atau orang berkepribadian istimewa bak tokoh-tokoh idola, seorang Guru, dst. Dia menjadi kudus, karena dia dengan konsekuen menghayati injil dalam hidupnya. Dalam Gereja orang kudus dihormati, bukan karena mereka pribadi-pribadi idola, melainkan karena hidup mereka telah menjadi rambu-rambu lalu lintas yang menunjuk kepada Allah.

Aktualitas: kendati banyak orang Kristen dewasa ini seakan kurang kenal prinsip dasar hidup kristiani ini, itu bukan berarti dia tidak berlaku lagi. Beriman kepada Kristus adalah lebih daripada dipermandikan, dan ikut misa. Mengikuti Kristus berarti menelusuri seluk-beluk kehidupan bersama dan dalam Roh-Nya, mencari tuntunan-Nya dalam Sabda-Nya. Dewasa ini Bapa Paus mengajak semua orang Kristen untuk ambil bagian dalam gerakan evangelisasi baru. Yakni: usaha membaca kembali warta Injil dan mewujudkannya dalam hidup sehari. Setiap kelompok masyarakat berusaha menerapkan nilai-nilai kelompoknya. Siapa lagi menerapkan nilai-nilai Kristiani kalau bukan pengikut Kristus sendiri? «««


1