Nasehat Fadhilatus Syaikh Wasiyullah
‘Abbas Al-Hindi Hafidahullahu Kepada Salafiyun
Segala
Puji hanyalah milik Allah Pemelihara alam semesta, dan shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada makhluk-Nya yang
terbaik, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa ‘ala Alihi wa Ashhabihi ajma’in.
Amma Ba’du :
Beberapa
pemuda telah meminta kepadaku untuk memberikan beberapa patah kata nasehat,
maka saya katakan ‘keselamatan hanyalah dari Allah’
Allah
berfirman tentang kisah Ashhabul Kahfi :
artinya :
“…Sesungguhnya
mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah
pula untuk mereka petunjuk”. Surat
al-Kahfi (18) : 13
Di dalam ayat ini,
Allah –Subhanahu wa Ta’ala- telah memuji
sekelompok pemuda yang hidup di tengah-tengah kelompok masyarakat yang tidak
beriman kepada Allah.
Allah juga berfirman
tentang mereka :
yang artinya :
“…Dan Kami meneguhkan hati
mereka diwaktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, "Tuhan kami adalah
Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia,
sesungguhnya kami kalau demikian telah mengucapkan perkataan yang amat jauh
dari kebenaran.” Surat al-Kahfi (18) : 14
Jadi, di dalam ayat ini Allah memuji
mereka karena mereka menjalankan dan memelihara aqidah mereka, dan karena
mereka mengetahui bahwa tidak ada sesembahan yang berhak untuk disembah
melainkan hanya Allah Azza wa Jalla semata. Dan
siapapun yang berkata selainnya (yakni terdapat sesembahan lain yang berhak
disembah) maka sesungguhnya ia telah melampaui batas (dhalim).
Ikhwan dan akhowat yang saya hormati…
Kalian harus bersyukur kepada Allah Azza
wa Jalla atas anugerah-Nya yang telah menjadikan
kalian sebagai muslim yang mengikuti agama Islam. Agama yang
Allah meridhainya sebagai agama bagi seluruh makhluqnya hingga Yaumil
Qiyamah. Dan ketahuilah! bahwa Allah telah
memerintahkan kaum Muslimin seluruhnya agar mereka senantiasa berpegang teguh
kepada agama Allah, agama yang diturunkan kepada Rasul-Nya Shallallahu
‘alaihi wa Sallam. Maka tidak seharusnya mereka bercerai-berai
menjadi berpartai-partai dan berkelompok-kelompok.
Allah berfirman :
yang artinya :
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali
(agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai…” QS. Ali Imran
(3) : 103
Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam
telah memberitakan kepada kita bahwa ikhtilaaf (perselisihan) dan tafarruq
(perpecahan) akan terjadi di tengah-tengah kaum Muslimin. Dan kaum Muslimin akan berpecah belah dan bercerai berai ke dalam
partai-partai dan kelompok-kelompok yang beraneka ragam. Bahkan,
hal ini benar-benar telah terjadi.
Allah telah
memerintahkan kita untuk menjauhi seluruh kelompok tersebut dan memerintahkan
kita untuk mengikuti agama yang haq pada jalan yang lurus (ash-Shirath al-Mustaqim)!
Yang merupakan jalan yang telah diikuti oleh para salaf, para sahabat
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam semoga
Allah meridhai mereka semua.
Oleh karena itu,
wajib bagi kita meyakini bahwa ash-Shirath al-Mustaqim, yang
senantiasa kita pinta kepada Allah di setiap sholat kita, agar Ia menunjuki
kita kepada ash-Shirath al-Mustaqim, yang dimaksud adalah
al-Qur’an dan as-Sunnah.
Nabi Shallallahu
‘alaihi wa Sallam bersabda :
“Aku
tinggalkan pada kalian dua perkara, yang kalian takkan pernah sesat selama
kalian berpegang kepada keduanya, yaitu Kitabullah dan Sunnahku.”
Inilah yang dimaksud
dengan ash-Shirath al-Mustaqim! Jalan yang telah Allah terangkan
tentangnya dalam firman-Nya:
yang artinya :
“Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah
jalanKu yang lurus (ash-Shirath
al-Mustaqim), maka
ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena
jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalanNya…”
QS. Al-An'aam (6):153
Sebab itulah, wahai
para pemuda islam, wajib atas kita mengimani bahwa
Allah telah memberikan tanggung jawab bagi kita untuk mengikuti al-Qur’an dan
as-Sunnah dalam segala hal, yang manusia berselisih di dalamnya. Keduanya
adalah dua sumber yang akan menerangkan kebenaran
secara nyata segala bentuk ikhtilaf yang telah terjadi di tengah-tengah
kaum muslimin, baik aqidah, ibadah maupun mu’amalat mereka.
Dan kita juga harus mengimani bahwa Allah tidak memberi
kita tanggung jawab untuk taqlid buta kepada perseorangan kecuali kepada
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Kita
juga harus mengimani bahwa para Sahabat Radhiyallahu ‘anhum telah
mengetahui agama yang benar yang mereka ambil secara langsung dari Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa Sallam. Oleh karena itulah, jika ada
seseorang yang datang setelah mereka (i.e. Para Sahabat) dengan aqidah, ibadah
atau amalan yang menyelisihi pemamahan mereka, adalah bathil!!! Tidak boleh
bagi kita bertaqlid buta kepadanya juga terhadap apa
yang ia bawa. Kita juga harus mengimani bahwa agama ini
adalah agama yang hanif yang Allah perintahkan agar kita mengikutinya.
Inilah Aqidah Ahlul
Hadits, semenjak zaman para Sahabat Radhiyallahu ‘anhum hingga hari ini.
Dan inilah Salafiyah!!! Sebagian orang
menyebut mereka Ansharus Sunnah al-Muhammadiyah, Muhammadiyah atau Atsariy. Semua nama ini
hakikatnya adalah satu yang kesemuanya menunjukkan dan menggambarkan tentang
kelompok yang berpegang teguh dengan al-Kitab dan as-Sunnah, tanpa bertahazub
(fanatik) kepada person atau madzhab tertentu.
Maka karena itulah wahai para pemuda Islam, wajib atas kalian
untuk tidak merasa malu atau enggan disebut sebagai Ahlul Hadits atau as-salafy
ataupun al-Atsary. Dengan cara inilah, dakwah
kita akan terbedakan dengan dakwah hizbiyyah lainnya. Dan
kita juga harus mempercayai bahwa tidak boleh kita menyandarkan diri kepada
kelompok apapun kecuali Jama’ah as-Salaf dan Ahlul Hadits. Karena inilah agama yang haq, yang Allah telah memerintahkan
manusia untuk berada di atasnya. Allah berfirman :
yang artinya :
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama
yang lurus…” QS Al-Bayyinah (98) : 5
Mereka harus memurnikan ketaatan bagi agama ini dengan melepaskan diri dari
pemikiran-pemikiran asing hizbiyyah dan bid’ah yang tidak memiliki asal di
dalam Kitabullah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam. Juga merupakan kewajiban
bagi kita mengajak ummat kepada dakwah ini dengan hikmah dan mau’idhah
hasanah (pelajaran yang baik).
Dan kuperingatkan
kalian wahai para pemuda!!! Berhati-hatilah dari segala pemikiran yang akan menyebabkan kerusakan dan fasaad. Pemikiran yang dipercayai oleh sebagian kelompok, baik mereka yang
berada di negeri Muslim maupun non-muslim.
Kita harus
mempercayai bahwa tidak ada irhab (terorisme) di dalam Islam!!! Bahkan Islam mengajak kepada kasih sayang dan kelemah-lembutan.
Kecuali jika ada Muslim yang diserang. Dalam keadaan ini, diperbolehkan baginya bahkan wajib atasnya
mempertahankan dirinya.
“Barangsiapa yang terbunuh karena
mempertahankan hartanya, maka ia adalah seorang syahid. Dan barangsiapa yang
terbunuh karena mempertahankan kehormatannya, maka ia adalah seorang syahid.” Sunan Abu Dawud 4754 yang diriwayatkan oleh Sa’id bin Zaid.
Saya pribadi telah melihat beberapa pemuda
yang memiliki sikap ghuluw (berlebihan/ekstrim) dan menjadikan sikap ghuluwnya
ini sebagai jalan dalam beragama. Jika salah seorang
dari mereka melihat ada orang lain yang berbeda
dengannya dalam perkara Ijithad, ia menghajrnya, tidak berbicara dengannya atau
tidak pula berusaha berhubungan dengannya! Walaupun orang
yang dihajr tersebut bisa jadi keluarga atau teman terdekatnya.
Perilaku ini
menyelisihi Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam yang berkata:
“Tidak layak bagi seorang yang beriman kepada
Allah dan hari akhir memboikot (menghajr) saudaranya lebih dari tiga hari.”
Bahkan,
sesungguhnya wajib atas kalian mengajak orang yang berselisih dengan kalian ke
jalan yang benar.
Iya, Memang ada kewajiban menghajr pada
beberapa keadaan tertentu. Sebagai contoh: ketika menghajr
seseorang akan memberikan mashlahat kepadanya dan
memaksanya untuk meninggalkan kesalahannya. Hajr sebenarnya wajib ketika
seseorang takut jika Aqidahnya akan terpengaruh oleh
orang yang akan dihajrnya disebabkan bermajlis dengannya. Dalam
keadaan ini maka wajib menghajr orang itu. Adapun selain dari
alasan-alasan ini, maka tidak boleh menghajr, walaupun ia
(orang yang akan dihajr) bukan seorang salafi! Selama keadaannya tidak mencapai
kafir!
Wahai pemuda, sesungguhnya kalian semua ini
hidup di negeri Non Muslim, negeri yang tidak berhukum dengan hukum Islam. Sedangkan kau memiliki banyak saudara muslim
yang hidup di sini besertamu. Kendati demikian, wajib atas kalian semua untuk
mengajak kaum muslimin kepada agama yang shahih ini, dan kalian tidak boleh
bertahazub dan meyakini bahwa semua hizb tersebut berada di atas kebenaran! Bahkan, bekerjasamalah dengan mereka dalam segala perkara yang
telah disepakati dalam hal aqidah, ibadah dan mu’amalat.
Di sisi lain, kalian harus
menjelaskan kepada ummat tentang keshahihan pendapat kalian, dan kebenaran yang
kalian yakini, juga kebenaran aqidah as-Salafiyyah yang selaras dengan
al-Qur’an dan as-Sunnah. Juga termasuk kewajiban bagi kalian untuk menjelaskan
kepada manusia dakwah yang haq ini, baik mereka muslim
maupun kafir. Kalian harus melakukannya dengan menerapkan
hikmah yang diperlukan, yang cocok dengan waktu dan tempatnya. Hal ini harus dilaksanakan tanpa mengkompromikan hukum agama dan
tanpa menafsirkannya dengan kesalahan.
Wa billahi taufiq!
Saudara kalian yang mencintai kalian, Wasiyyullah. (hafidhahullah)
Ditranslasikan
oleh Abu Hudzaifah dari www.calltoislam.com
(english version, translator Arab à English : Ust. Abu Usamah adz-Dzahabi,
Ust. Arman Azam, Ust. Utsman Aziz dan Ustdzh.
Ummu Isa). Kajian ini diadakan oleh ikhwah Protector of
Sunnah (POTS) dalam tajuk Doroos Monthly secara telelink.