| Bolehkah Gay Menjadi Buddhis? |



Tidak seperti Agama lainnya yang kebanyakan mengutuk homoseksual (yang dapat dilihat dalam Kitab Suci mereka), Agama Buddha tidak pernah mengutuk homoseksual atau siapapun dan itu dapat dibuktikan bahwa segala jenis pengutukan tidak pernah terjadi dalam perkembangan Agama Buddha sehingga tidak pernah tercatat dalam Kitab Suci Agama Buddha Tipitaka. 

Alasan yang kuat untuk itu adalah bahwa Agama Buddha berlandaskan pada Kasih Sayang dan Kebijaksanaan. Dan selama lebih dari 2500 tahun perkembangan Agama Buddha selalu dilandasi oleh Kasih Sayang dan Kebijaksanaan sehingga tidak pernah terjadi paksaan atau pertumpahan darah atas nama Agama Buddha.

Siapa saja, termasuk Anda kaum Gay dan Lebsian berhak untuk menjadi umat Buddha karena Sang Buddha menawarkan Jalan Pembebasan bagi siapa saja termasuk Anda. Bahkan Sang Buddha selaku pendiri Agama Buddha pernah menerima pelacur menjadi murid, jadi tidak ada alasan bagi pihak-pihak tertentu mengatakan bahwa Homoseksual tidak boleh menjadi umat Buddha.

Setelah menjadi umat Buddha, seharusnya Anda mempelajari Dhamma ajaran Sang Buddha demi kebahagiaan Anda sendiri, mungkin juga untuk Pasangan serta keluarga Anda bila ada. 

Hanya dengan mengaku umat Buddha tetapi tidak pernah mempelajari dan menjalankan Dhamma tidak mungkin bisa memperoleh kebahagiaan. 

Idealnya, setelah menjadi umat Buddha, Anda harus menjalankan Pancasila Buddhis (Lima Sila) yang berisi:
1. Saya berusaha untuk menghindari pembunuhan.
2. Saya berusaha untuk menghindari
pencurian
3. Saya berusaha untuk menghindari perjinahan

4. Saya berusaha untuk menghindari kata-kata bohong.
5.
Saya berusaha untuk menghindari mabuk-mabukan. 

Dengan mengamalkan sila 1 dan 2, tentunya Anda tidak dihantui ketakutan untuk ditangkap karena kejahatan yang dilakukan. Ini akan membuat kehidupan Anda menjadi lebih bernilai karena bebas dari segala perasaan bersalah yang akan menjadi beban mental bagi mereka yang melakukannya. Selain itu, kehadiran Anda akan selalu disambut gembira oleh siapapun dan dimanapun Anda berkunjung.

Sila 3, merupakan hal yang penting sebagaimana yang sudah dibahas dalam "Gay & Pancasila Buddhis". Sila ketiga meminta kita untuk tidak merusak hubungan orang lain yang telah terbina, dengan demikian diharapkan jasa kebajikan dari pelaksaan Sila ini dapat membuahkan keharmonisan hubungan anda & pasangan. Anda tidak merusak hubungan orang lain, orang lain juga tidak akan menggangu hubungan anda dan pasangan anda. Ini merupakan suatu hukum timbal balik yang sangat logika.

Selain itu, Anda selaku umat Buddha harus menghindari hubungan badan dengan tunangan atau pasangan orang lain serta tidak boleh melakukan hubungan badan dengan  anak-anak yang masih berada dibawah pengawasan orang dewasa, orang hukuman, ataupun orang yang sedang menjalankan sila (Samenera, Bhikkhu dan Bhiksuni). 

Sila keempat, walaupun kelihatan gampang tetapi sulit untuk dilakukan. Apabila anda dapat menjalankan sila keempat ini dengan baik, maka pasangan anda tentu akan percaya dengan apa yang anda lakukan sehingga hubungan diantara anda berdua akan berjalan dengan lebih baik lagi. Tidak ada pikiran yang saling mencurigai. Sedangkan dari masyarakat umum, anda akan mendapatkan kepercayaan baik dalam bekerja, berdagang, maupun berteman.

Untuk sila kelima, ini berfungsi untuk menjaga agar anda tetap dalam keadaan sadar karena dalam kesadaran yang lemah anda dapat melakukan hal-hal yang merugikan anda, merugikan pasangan ataupun masyarakat. Mengkonsumsi makanan atau minuman yang mendatangkan ketagihan tidak mempunyai dampak positif sama sekali. Mengkonsumsi barang-barang seperti ini tidak akan pernah membantu anda memecahkan masalah, ini hanya merupakan pelarian dimana setelah efek dari obat-obatan terlarang ini habis maka anda tetap harus menghadapi masalah atau persoalan tadi.  

Menghindari konsumsi makanan dan minuman yang mendatangkan ketagihan serta melemahkan kesadaran menjauhkan anda dari masalah-masalah yang tidak perlu. Misalnya bersetubuh dengan orang lain yang tidak seharusnya, memaksakan kehendak pada pasangan orang lain dan masih banyak lagi hal yang dapat timbul.

Apabila anda dan pasangan bersama-sama menjalankan Pancasila Buddhis, maka anda berdua akan lebih yakin dalam membina hubungan ini. Sama-sama bebas dari pengejaran pihak berwenang/hukum, sama-sama jujur dan tidak berbohong sehingga tidak saling mencurigai, sama-sama tidak melakukan perbuatan asusila, dan sama-sama selalu sadar sehingga keuangan juga terjamin.

Sedangkan untuk diterima menjadi anggota Sangha (Bhikkhu/ni atau Ulama Buddhis), seseorang harus meninggalkan kehidupan seksualnya baik itu Homoseksual ataupun Heteroseksual. Dengan kata lain, seorang anggota Sangha harus menjadi Aseksual sehingga sebelum seorang Gay atau Lesbian dapat mengambil sumpah  untuk menjalankan kehidupan suci, maka mereka harus meninggalkan kebiasaan seksual mereka.  

Akan tetapi perlu diingat bahwa Agama Buddha juga tidak mendukung atau menggalakkan seseorang menjadi Gay atau Lesbian. Kata-kata yang lebih tepat adalah Agama Buddha menerima siapa saja dalam kondisi alami mereka untuk mengapai kebahagiaan, karena semua orang berhak untuk memperoleh kebahagiaan dan perlu dicantumkan bahwa siapapun anda, semuanya memiliki benih keBuddhaan didalam diri anda. Anda tidak perlu mencari kebahagiaan, atau mencariNya diluar diri Anda.

 

 

 

.

 Home | Tentang Kami | Apa Itu Gay | Gay & Buddhisme |Buddha Dhamma | Diskusi Milis | Links

1