riwayat gamelan tahun jaywaha, suryasangkala katingal pangrasaning janma (162) masa palguna, candrasangkala swara karengeng jagad (167), sri paduka maharaja dewabuda membuat gamelan 'lokananta' berwujud wilahan terbuat dari gangsa, yang di masa kini disebut demung suryasengkala bagahaning swara angrenggani swarga (269), tahun tarha candrasengkala swara matenggeng karna (287), masa kartika, hyang endra membuat alat bunyi-bunyian yang dinamai 'surendra' berwujud gending (kini disebut 'rebab'), kala (kendang), sangka (gong), pamatut (kethuk), dan sauran (kenong) suryasengkala karengeng karna tri (326) tahun wakdaniya candrasengkala karenggeng gunakaton muluk (336), masa palguna hyang endra mengutus batara citrasena ke negeri purwacarita membawa gamelan 'surendra' untuk diberikan pada maharaja kano bahwa semua bunyi-bunyian tersebut boleh dipakai oleh manusia di dunia sri maharaja kano menambahkan dengan salundi (kempul) dan garantang (gambang) dan menyebarkannya ke masyarakat untuk ditiru dan dikembangkan dengan berjalannya waktu, surendra menjadi lebih dikenal sebagai surendro atau salendro tahun pramadi, suryasangkala kaswareng karnaguna maletik (327) masa wisaka, candrasengkala gora tri katon tawang (337) srimaharaja kano menciptakan dan menyebarluaskan lagu-lagu dari tembang ageng inilah asal muasal gending tahun wikrama, suryasengkala naga kacaksuh ing rana (328) masa manggakala, candrasengkala madyaning rana tri (338) berdasarkan alat bunyi-bunyian dari negeri ajam, yahudi, dan hindu srimaharaja kano menciptakan bunyi-bunyian tanda perang: mardangga, yang terdiri dari : kalakendang, sangka gong, egong, gubar (bende yang tidak ber-pencu), bahiri (beri yang memakai sanding keliling), puksur (rebana yang dipukul dengan kayu), gurnang (kenong digantung), tong-tong (kendang dari gangsa, alat pemukul dari kayu), grit (rebana yang dipukul dengan kayu), tetek, bedug, maguru gangsa (kemodong yang digantung) lama kelamaan nama 'mardangga' berubah menjadi 'pradangga' tahun pilapawa, suryasangkala trusta bojaning marga (529) masa wisaka, candrasengkala tataning pakarti wisaya sirna (545) dewi sugandi, putri prabu basukesti raja negeri wirata, melahirkan dewi basuwati raja mengundang para brahmana, tapa, resi, dan sewasogata untuk memuji syukur agar sang bayi senantiasa sehat tak kurang suatu apa para rohaniwan ada yang membawa bunyi-bunyian rebana atau terbang angklung, genta, kekeleng, bende, dan kentongan bunyi-bunyian tersebut mengiringi nyanyian permohonan pada dewata sepulang para rohaniwan raja memerintahkan membuat tiruan alat-alat tersebut yang berbentuk rebana dan berbagai angklung ditujukan agar bisa dimainkan seperti surendra tahun kalayuda, suryasangkala guna makarti tata (543) masa srawana, candrasengkala trusta marganing gati ((559) prabu basukesti raja negeri wirata membuat tiruan dari gangsa lokananta berwujud demung dan gender yang kemudian juga disebarkan ke masyarakat luas dan dikenal sebagai gangsa surendra tahun sadaruna, suryasangkala anrus lenging naga (899) masa . . . . , candrasangkala karenga ing karna nrus wiyat (926) resi kano dari negeri ngadirejo, cilacap, berniat melawan prabu ajipamasa di kediri prabu narada, raja ngadirejo segera mengutus waktra dan barlu mengawasi resi kano waktra dan baru menyamar sebagai pemain jantur membawa seruling buatan sendiri dari bambu wratsari dan empat ekor burung merak bunyi seruling dibuat bernada-dasar menirukan suara-suara burung merak sepulang ke ngadirejo seruling menjadi kelengkapan gangsa surendra ditambah dengan bunyi dasar yang cocok dengan suara dasar gangsa salendro timbullah laras 'manyura' untuk pengingat suara burung merak : 'nya-ngung-ngong' tahun tadu, suryasangkala (1107) karengeng maletik atmajaji candrasengkala karsa tri nunggal janma, 1136 prabu lembu amiluhur berputra raden panji ino kartapati yang juga dikenal sebagai raden panji kasatrian, ahli segala ilmu pengetahuan yang menambahkan alat berwujud bonang dan saron serta menambah dasar-dasar nada atau laras saudara-saudara beliau ikut membantu dalam mencipta alat raden kartala mengayunkan palu besar raden andaga palu sedang penyelesaiannya pun dikerjakan se-kadang sendiri selesai gamelan tersebut, diciptakan seperangkat 'laras miring' atau disebut 'pelog' jumlah dan jenis alat bunyian sama dengan gamelan surendro akhirnya gamelan surendro disebut salendro dan pelog pada masa pemerintahan prabu mundingsari dari kerajaan pajajaran dibuat dua macam gamelan lagi seperti ayahnya dari jenggala 'sorogan untuk laras pelog' untuk mardangga yang disebut 'laras barang' meniru laras bunyi-bunyian cina atau siyam kini ada bermacam-macam kenong dan wilahan dari demung lokananta yang konon hanya berjumlah delapan gender duabelas dan gambang juga duabelas begitulah tertulis di buku yang saya baca serat babad ila-ila, terbitan 1928, sayang tanpa data penerbit karena sampul bukunya sudah terkoyak dimakan usia
salam wayang, harmiel m soekardjo
harmiel@indo.net.id
Telepon: (62)(21) 7404790