UPAYA PENGEMBANGAN NILAI GOTONG-ROYONG
MELALUI GERAKAN JUM’AT BERSIH
Oleh
Prof.Dr. Kusnaka Adimihardja, MA.
1. Pengantar
Manusia pada dasarnya adalah mahluk sosial (homo socious). Oleh karena itu, manusia cenderung saling berinteraksi, baik dalam rangka kerjasama mencapai tujuan tertentu ataupun dalam rangka saling berkomunikasi. Meskipun cenderung untuk saling berinteraksi secara sosial, terdapat perbedaan gradasi interaksi antara kesatuan masyarakat yang satu dengan kesatuan masyarakat lainnya. Ada kesatuan masyarakat yang interaksinya sangat erat, adapula yang relatif terbatas.
Melalui interaksi sosial yang berjalan secara terus-menerus, akan terbentuk nilai-nilai tertentu yang dipegang sebagai acuan. Salah satunya adalah nilai gotong-royong. Berkaitan dengan nilai kegotongroyongan, bangsa Indonesia sejak dulu sudah dikenal sebagai bangsa yang memiliki nilai gotong-royong tinggi. Meskipun perlu pula ditegaskan di sini bahwa nilai gotong-royong yang sebenarnya bukan hanya milik bangsa Indonesia saja, melainkan lebih merupakan ciri khas masyarakat agraria yang dituntut oleh lingkungannya untuk hidup secara kolektif. Berbagai contoh nyata mengenai adanya nilai gotong royong antara lain dapat dilihat pada saat perang kemerdekaan, dimana masyarakat dengan sukarela membantu para pejuang dengan menyediakan logistik ataupun gotong-royong masyarakat dalam membangunan tempat-tempat ibadah, menolong orang sakit dan lain sebagainya.
Adanya perubahan sosial pada masyarakat yang berjalan sangat cepat, terutama sejak munculnya revolusi informasi, mau tidak mau mempengaruhi pula nilai gotong-royong yang berkembang di masyarakat. Pemujaan pada nilai kebendaan maupun menguatnya sikap individualistis - terutama pada masyarakat kota - memudarkan nilai gotong-royong. Gotong-royong yang lebih mengutamakan rasa kebersamaan dan rasa saling memiliki serta dipenuhi oleh interaksi insani, secara perlahan tetapi pasti disublimasi dengan nilai materi.
Sehubungan dengan adanya perubahan sosial pada masyarakat tersebut,
diperlukan upaya aktualisasi nilai gotong-royong yang lebih kontekstual,
agar nilai tersebut tidak pudar dan akhirnya hilang. Aktualisasi nilai
gotong-royong dapat dilakukan melalui perubahan cara (means) ataupun
perubahan tujuan (ends). Perubahan cara misalnya antara lain melalui
suatu gerakan yang dipelopori oleh pemerintah (dari atas) atau melalui
gerakan yang datang dari masyarakat sendiri (dari bawah). Sedangkan perubahan
tujuan misalnya dengan memperkenalkan tujuan-tujuan baru sesuai kebutuhan
masyarakat. Keberhasilan gerakan keluarga berencana di Indonesia termasuk
salah satu contoh aktualisasi tujuan baru bagi nilai gotong-royong.